Oleh: Dedi Abdul Hakim[1]
Silih asah, Silih asuh
dan Silih asih, mengapa filosofi ini yang meuncul, inilah yang diajarkan oleh orang tua kita
dahulu tatkala mendidik anak mudanya untuk ditempa menjadi generasi penerus yang berakhlak baik (Islami).
Silih asah terkandung semangat motivasi , spirit,
kesabaran, dan memiliki sasaran tujuan, selanjutnya silih asuh, memiliki
kandungan makna menjaga, membimbing dengan rasa ikhlas, membina dengan rasa
tanggung jawab dan selanjutnya silih asih, mengandung makna rasa
indah/keindahan/ cinta kasih sayang yang jujur dan setia. [2]
Diharapkan kepada seluruh rengrengan Pengurus daerah
Kota bandung Tertanam dalam hati sanubarinya untuk memiliki filosofi silih
asah, silih asuh dan silih asih.
baca selengkapnya......
baca selengkapnya......
Mari kita ambil contohnya, A. Hassan waktu dahulu saat
membina para kaum muda seperti Muhammad. Natsir sangatlah tergambar memiliki
rasa filosofi ini, silih asah, A.Hassan memiliki kesabaran dalam membina anak
didiknya, diceritakan tatkala ia sedang membaca di waktu senggangnya kemudian
datanglah M.Natsir dan Kawan-kawanya meminta pendapat A.Hassan dan rujukan buku
untuk membantah para penghina Islam, A.Hassan Langusung menghentikan sejenak
aktivitasnya untuk membina menjelaskan prihal Islam dan memeberikan reverenis
buku-buku prihal keislaman. Sungguh paham berarti A.Hassan ini, bahwa pembinaan
terhadap kaum muda perlu lah dilaksanakan, karena ia kelak akan menjadi
pemimpin dimasa yang akan datang. Jelas bahwa A.Hassan memiliki tujuan kesana,
membina keilmuan kaum muda, mendidik dengan tulus untuk menjaga agar generasi
muda tetap ingin terus belajar agama islam sungguh telah terkandung dalam silih
asuh, ikhlas dalam membimbing anak didiknya dan memiliki rasa tanggung jawab.
Menurut hemat saya, sifat Hiampunan Mahasisiwa Persis ini perlu memiliki rasa
silih,asah dan asih terhadap kader yang ada di setiap komisariat. Staf pimpinan
daerah itu merupakan simpul dari semua elem dari staf yang ada di komisariat.
Sekiranya kalo memiliki rasa tanggung jawab terhadap kader yang ada dibawahnya
untuk senantiasa sering keilmuan, untuk memotivasi anak didiknya supaya tetap
mengukir sejarah di Hima Persis sehingga merasa hidup dalam lingkungan organisasi Hima Persis ini
merasa ada tujuan. Membina dengan rasa
keihlasan, kesabaran dan sadar bahwa kader yang dibimbingnya kelak akan
menggantikanya sehingga ia menjaga hal itu, selanjutnya apabila tidak memiliki
rasa cinta terhadap organisasi Hima Persis, maka tunjukan dan berikan contoh
oleh seniornya untuk menyemaiamkan rasa cinta dan rasa memiliki terhadap Hima
Persis, imbasnya apa dengan semua ini, rasa cinta dengan jujur sehingga tetap
setia dengan Organisasi ini. Inilah sedikit sumbangsih saya dalam menyoretkan
tinta hitam diatas kertas. Supaya menjadi renungan bagi kita semua selaku
keluarga Ulul Albab.
Walaupun kendala materi selalu menjadi hambatan dalam
menjalankan tugas, maka apabila rasa tanggung jawab untuk membina dan
menyayangi kader untuk tetap ber-Islam dan beri’tijam terhadap organisasi maka
percayaalah bahwa setiap langkah gerak kita dan setiap perjuangan kita Allah
lah yang akan membalas “Amin” tujuan bukan hal
yang utama, yang utama adalah ingin berkorbannya.
[1] Mahasiswa Jurusan Sejarah
Uin Bandung, Div. Kajian Ilmiah Pimpinan Daerah Hima Persisi Kota Bandung.
[2] Lih, Pangeran Ahmad
Wiriaatmadja, Makalah: Nilai-Nilai Budaya Sunda Warisan Prabu siliwangi,
disampaikan pada Dialog Interaktif, revitalisasai nilai Budaya Masyarakat tatar
Sunda tema:” yusur Galur raratan, Ngaguar warisan Prabu Siliwangi Ti pajajaran”.
Bandung: Bank Indonesia, 2011.