Laman

Rabu, 23 November 2011

Ternyata Tidak Hanya Raden Dewi Sartika


Oleh : Dedi Abdul Hakim[1]
Raden Dewi Sartika harum namanya, sungguh sangat terkenal di tatar pasundan. Dalam buku Sejarah sudah pasti akan menjadi salahsatu sub-Materi pelajaran Sejarah  dibahas oleh sekolah-sekolah di jawa Barat yang tak terlupakan di tingkat Sekolah Dasar samapai Menengah Pertama, keterkenalanya akan memperjuangkan nasib perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak telah menjadi pembicaraan banyak orang. Raden Ayau Dewi Sartika terlahir dari kalangan ningrat, karena kedudukanya sebagai keturunan menak sangat menentukan dalam menerima pendidiakan, pada waktu itu Belanda sedang melancarkan politik etisnya (balas budi) banyak mendidirkan sekolah-sekolah untuk kalangan menegah keatas serta anak dari para pekerja pemerintah yang memiliki gajih di atas F 70. ditambah ada tiga kedudukan atau lapisan sosial didalam masyarakat sunda, diantaranya pertama ningrat, kedua somah dan ketiga cacah. Sebagai keturunan ninggrat Dewi Sartika yang merasa dirinya terbuang dan selalu dijauhi oleh orang terdekatnya . karena ditakutkan bila dekat denganya dicurigai ikut terlibat dalam upaya pembunuhan yang dilakuakn ayahnya terhadap bupati Bandung yaitu R.E Martanegara yang bukan trah Bandung. Semasa kecilnya yang tidak sungkan untuk membantu rakyat kecil dan beliau juga sangat dekat dengan beberapa anak pembantunya serta sejak kecil sering bermain dengan anak-anak dari kalangan kelas bawah mengugah dia untuk mengajak belajar membaca bersama.
 Sampai tiba waktunya beranjak dewasa R.A Dewi Sartika mencoba mendirikan sekolah khusu untuk istri dan berdirilah sekolah Kautamaan Istri. Untuk ruang atau tempat belajarnya beliau meminta ijin kepada bupati bandung yang menjabat pada waktu itu yaitu R.A.A Martanegara supaya pendopo digunakan sebagai ruangan belajar.  Perjuanganya sungguh sangat mulia sehingga banyak murid perempauan dari luar daerah Bandung yang ingin menimba ilmu darinya, sehingga dikemudian hari banyak cabang sekolah Kautamaan Istri tersebar di luar Bandung. didirikan oleh murid-muridnya yang telah lulus menimba ilmu darinya. Demikian lah perjuangan R.A. Dewi sartika dalam memperjuangkan hak peyetaraan dengan kaum laki-laki dalam menerima pendidikan begi perempuan. (Nina Lubis, 2008:
Ternyata tidak hanya Raden Dewi Sartika sebagai pahlawan perempuan dari tanah pasundan, mungkin banyak atau sedikit tahu tentang R. Lasminingrat dan R. Peospaningrat, kedua perempuan berasal dari Garut ini memiliki andil besar dalam perkembangan sastra dan penerbitan buku-buku sunda serta membantu dalam dunia kesehatan.
Menurut Ibu Nina Lubis sejarawan dari Unpad menjelaskan dalam acara dialog interaktif yang diselenggarakan di gedung Bank Indonesia, belaiau menjelaskan bahwa lasminingrat dan poespaningrat akan diungkap dalam sejarah perempuan Sunda. Tetapi, terkendala oleh bukti tertulis tentang kedua pahlawan tersebut. Meski demikian kekurangan sumber sejarah baik berupa fakta dan data tidak membuat penulis berkecil hati, karena penulis beranggapan lebih baik diungkapkan walaupun sedikit dari pada tidak sama sekali. Karena sumber tentang kedua tokoh perempuan ini terungkap oleh salahsatu putra R.Poespaningrat yaitu Drs. Sambas. Dr sambas mengungkapkan bahwa Lasmininggrat dan Poespaningrat merupakan keponakan dari M. Moesa, salah satu penghulu  yang terkenal di Garut, pada saat itu dalam bidang sastra M. Moesa membantu residen dalam upaya menterjemahkan buku-buku bahasa Belanda kedalam bahasa Sunda dan dituliskan dalam aksara sunda kemudian dalam bidang pertanian beliau mengembangkan perternakan persilangan domba lokal dengan domba dari australia di Kabupaten Garut sehingga menjadi khaslah Domba Garut, dan Lasminingrat membantu uaknya dalam menyusun buku-buku hail dari terjemahannya untuk dimasaukan dalam kurikulum sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda.  Sambas sebagai pemakalah mengungkapkan pada acara dialog interaktif, bahwa Laminingrat yang lahir tahun 1878 memberikan konstribusi besar dalam membendung proses kristenisasi yang dilakukan oleh misionaris dan zending di Garut, beliau banyak menyadur cerita-cerita Nasrani yang diubah menjadi cerita Islami. Kemudian R.Poespaningtar merupakan bidan pertama dari kalangan perempuan Sunda yang banyak membantu masyarakat dalam menanggulangi kesehatan masyarakat. Sekali lagi perempuan sunda ternyata bukan hanya Dewi Sartika. Sekali lagi, sebetulnya kedua pahlawan perempuan sunda ini oleh ibu Nina Lubis akan diajukan sebagai tokoh nasional, sebagaimana halnya R.A kartini, Dewi Sartiak,Cut Nyakdien  dan Cut Mutia. Akan tetapi Karena keterbatasan sumber tertulis maka kendala tersebut menjadi penghalang kedua tokoh tersebut untuk diangkat sebagai pahlawan Nasional. Sehingga sedikit yang mengenal kedua kiprahnya dalam perjuangan bangsa Indonesia.



[1] Mahasiswa UIN SGD Bandung Jurusan Sejarah Peradaban Islam aktif di Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam Kota Bandung